Judul: Self-Digesting
Penulis: Hernowo
Penerbit: MLC, Bandung
Cetakan: 1 (pertama), September 2004
Tebal: 304 halaman
“Saya tidak dapat banyak berkomentar banyak tentang keberhasilan manusia menuju ruang angkasa. Saya ingin sekali keberhasilan itu juga mendorong manusia lebih mengenali ruang batin.” Begitu kata pencipta lagu Morning Has Broken, Cat Steven alias Yusuf Islam saat mengomentari keberhasilan manusia mencapai bulan.
Singkat tapi mengena sekali pernyataan tokoh yang belum lama ini ditolak masuk Amerika Serikat (AS) itu. Dia menyindir kebanyakan manusia saat ini yang lebih senang mengejar hal-hal yang terkadang tak menentu dengan terus melupakan diri sendiri. Padahal, pengenalan terhadap diri sendiri itu sangatlah penting bagi hidup manusia.
Karya ini memberi lorong panjang bagi pembaca sekalian untuk mulai masuk dalam ruang batin masing-masing. Sehingga melalui pemahaman yang dalam tentang diri sendiri, manusia menjadi lebih sempurna dalam mempersepsi kehidupan.
Dengan judul yang cukup manis, Self-Digesting buku ini memang menjadi terkesan kebarat-baratan. Sementara, saat ini dunia Barat sering di-gebyahuyah (digeneralisasi) sebagai dunia sekuler yang jauh dari Tuhan. Namun, sebenarnya buku ini tidak demikian. Pembaca diajak untuk menyelami diri sendiri supaya lebih tepat dalam mengenal Tuhan.
Bagian awal buku ini menyajikan hal penting yang sangat diperlukan dalam menyelami ruang batin, yakni pengenalan diri. Secara umum, diri manusia diciptakan Sang Maha Pencipta dengan berbagai potensi berkekuatan tinggi. Hanya, pada perkembangannya ada manusia yang mengembangkan potensinya sehingga dia menjadi `manusia kuat', dan ada juga yang membiarkan potensinya terpendam.
Untuk memberdayakan potensi diri, perlu ada proses menganalisis, memetakan, dan menemukan. Setelah potensi diri ditemukan, proses selanjutnya adalah mengasah potensi itu supaya berfungsi maksimal. Membuat curriculum vitae menjadi salah satu alat bantu analisis potensi diri.
Supaya potensi itu terus bertambah, manusia perlu terus menggali khazanah ilmu. Di sini dibahas bahwa dalam menuntut ilmu orang menghadapi dua kemungkinan yakni tercerahkan dan tersesat. Mereka yang bisa mendalami ilmu dengan cara yang benar dan mengamalkannya untuk kebaikan, adalah termasuk kelompok yang tercerahkan. Sebaliknya, mereka yang dengan ilmunya kemudian menjadi sombong, sok tahu, dan minteri adalah golongan yang tersesat. Biasanya, manusia yang tercerahkan dengan ilmunya akan selalu bersikap rendah hati.
Menulis menjadi bagian yang cukup penting dalam menuntut ilmu. Melalui kebiasaan menulis, para penuntut ilmu bisa mengikat makna yang diperolehnya dari setiap langkah yang dilalui. Pada mulanya, menulis memang menjadi sesuatu yang berat. Itu menjadi ringan jika terus dibiasakan.
Selain menulis, interaksi juga termasuk proses penting dalam menimba ilmu. Hanya dengan berinteraksi, seseorang bisa mendapatkan ilmu secara lengkap. Tanpa kemampuan berinteraksi, mustahil seseorang bisa mendapatkan ilmu.
Proses interaksi dipetakan dalam buku ini menjadi dua macam, yakni interaksi individu dan sosial. Interaksi indvidu dilakukan dengan menggiatkan dialog internal batin tentang ilmu yang dipelajarinya. Sedang interaksi sosial merupakan proses dialog dengan orang lain dalam mengkaji ilmu yang sedang diselami.
Terlalu singkat ruangan ini jika hendak dipakai untuk menceritakan seluruh kandungan buku tersebut. Melalui bahan bacaan yang lengkap, buku ini tersaji sebagai bahan renungan yang cukup lengkap. Hernowo meminjam `kepala-kepala' para pakar untuk menyempurnakan bangunan pemikirannya.
Satu hal yang membuat buku ini istimewa adalah mudah dibaca. Dengan bahasa yang sangat ringan, buku ini mengusung tema pemikiran yang sejatinya cukup berat. Menjadi semakin berat bobot buku ini dengan ditampilkannya kalimat-kalimat bijak di setiap halaman genap selain di awal bab.